Minggu, 14 Juli 2013

Klasifikasi Bunyi Bahasa



Menurut Jones, 1958: 12
Pengklasifikasian bunyi bahasa terdiri dari: Vokal, Konsonan,  dan Semivokal
1.       Vokal
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar. Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.

2.       Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis dalam keadaan terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.
3.       Semivokal
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi semivokal dapat disebut semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.

Ø  Bunyi Nasal dan Oral
·         Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan
·         keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Penutupan arus udara ke luar melalui rongga mulut dapat terjadi :
·         antara kedua bibir, hasilnya bunyi [m];
·         (2) antara ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi [n];
·         (3) antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi [h]; dan
·         (4) antara ujung lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi [ň].
·         Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkut ujung anak tekak
·         mendekati langkit-langkit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-paru keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi vokal dan konsonan bahsa Indonesia termasuk bunyi oral.
Ø  Bunyi Keras dan Lunak
Kategorisasi bunyi keras (fortis) dan bunyi lunak (lenis) dibedakan
berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara pada waktu bunyi itu
diartikulasikan (Malmberg, 1963:51-52). Bunyi bahasa disebut keras apabila pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya, apabila pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketengan kekuatan arus udara, bunyi itu disebut lunak.
Bunyi keras mencakupi beberapa jenis bunyi seperti :
1) bunyi letup tak bersuara: [p, t, c, k],
2) bunyi geseran tak bersuara: [s],
3) bunyi vokal: [ı]
Bunyi lunak mencakupi beberapa jenis seperti:
1) bunyi letup bersuara: [b, d, j, g],
2) bunyi geseran bersuara: [Z],
3) bunyi nasal: [m, n, ñ,h],
4) bunyi likuida: [r, l],
5) bunyi semi-vokal: [w, y],
6) bunyi vokal: [i, e, o, u].
Ø  Bunyi Panjang dan Pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat dibedakan atas bunyi panjang dan bunyi pendek (Jones, 1958:136). Tanda bunyi panjang biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu bunyi; atau menggunakan tanda titik dua di sebelah kanannya, contohnya: [a] panjang ditulis [ā] atau [a: ].
Ø  Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Bunyi nyaring dibedakan dari bunyi tak nyaring berdasarkan kenyaringan bunyi pada waktu terdengar oleh telinga. Pembedaan bunyi berdasarkan derajat kenyaringan itu merupakan tinjauan fonetik auditoris. Derajat kenyaringan itu sendiri ditentukan oleh luas sempitnya atau besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu ducapkan. Makin luas ruang resonansinya, makin rendah derajat kenyaringannya.
Ø  Bunyi Tunggal dan Rangkap
Bunyi tunggal dibedakan dari bunyi rangkap berdasarkan perwujudannya dalam suku kata. Bunyi tunggal adalah sebuah bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata, sedangkan bunyi rangkap adalah dua bunyi atau lebih yang bergabung dalam satu suku kata. Semua bunyi vokal dan konsonan adalah bunyi tunggal. Bunyi tunggal vokal disebut juga monoftong. Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong, yang lazim disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya saling berbeda (Jones, 1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat diftong [oi], [aI], dan [aU].
Klaster, yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi atau tempat artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan saling berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat gugus [pr], [str], dan [dr].
Ø  Bunyi Egresif dan Ingresif
Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara. Bunyi
egresif dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru, sedangkan bunyi ingresif dibentuk dengan cara mengisap udara ke dalam paruparu. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif glotalik.
(1)       Egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan rongga paru-paru oleh otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
(2)        Egresif glotalik dibentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup sama sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’], contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).
Bunyi ingresif dibedakan atas bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif velarik.
(1) Ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi egresif
glotalik, hanya arus udara yang berbeda. Dibentuk dengan cara menghisap
udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut implosif, yang ditandai dengan tanda melengkung ke sebelah kanan, contohnya [b, d, g]. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa
Sindhi, Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
(2) Ingresif velarik dibentuk dengan cara menghisap udara dan menaikkan
pangkal lidah dalam langit-langit lunak; bersama-sama dengan merapatkan bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya
bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-30).
Ø  Geminat dan Homorgan
Geminat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan assalamualaikum. Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: [t], [d], dan [n]; konsonan bilabial [p], [b], dan [m]; konsonan palatal [c], [j], [n] (Robins, 1980, Bab 8).


0 komentar:

Posting Komentar